Artaban seorang majus yang tinggal di pegunungan Persia. Dia menyembah dewa api, Ahazure-Mahazure. Artaban seorang yang sangat kaya dan amat berhikmat. Setiap malam yang dipenuhi bintang di gurun pasir Arab, Artaban mempelajari pergerakan benda-benda langit dan mulai memahami misteri bintang-bintang di langit.
Suatu malam, Artaban memanggil beberapa sahabat terdekatnya dari desa mereka dan mengatakan kepada mereka, “Tiga orang majus telah melihat suatu bintang sangat besar di Timur. Itu suatu bintang yang sangat indah dan tak pernah ada yang sama seperti itu sebelumnya. Kami para orang majus mempelajari seluruh buku teks kami tentang bintang misterius ini dan kami merasa sangat yakin bahwa ini adalah bintangt Mesias Israel yang dijanjikan. Karena itu, sahabatku sekalian, tiga orang majus telah pergi mencari bintang itu. Nama mereka adalah Melkhior, Gaspar, and Bal-thalsar. Perjalanan mereka telah dimulai.
“Saya telah menjual seluruh milikku dan saya ingin berangkat ke Israel untuk membawa suatu persembahan berupa tiga permata terindah kepada rajaku yang baru. Aku ingin kamu semua, sahabat terbaikku, melihat ketiga permataku yang akan aku berikan. Saya pertama-tama akan memberikan kepada raja yang baru lahir itu safir berwarna biru, sebiru langit tanpa awan.” Teman-temannya terpesona dengan kecantikan permata safir tersebut.
“Kemudian aku ingin memberikan kepada raja baru tersebut suatu rubi besar berwarna merah.” Teman-temannya silau oleh pantulan lampu lilin dari permata tersebut, dan sangat kagum dan hormat atas keindahannya.
“Terkahir saya akan memberikan kepada rajaku yang baru suatu mutiara putih yang indah, yang terindah dari semua permataku.” Sahabat-sahabatnya melihat tanpa bernapas kepada keindahan mutiara tersebut.
“Saya telah menjual semua milikkku dan membeli permata-permata ini. Ini adalah semua yang kumiliki. Aku ingin membawa dan bila aku menemukan rajaku, aku ingin memberikan permata yang indah dan jarang ini kepadanya. Aku harus berangkat segera karena aku harus bertemu dengan ketiga sahabat orang majusku di kota Babilonia dan bersama-sama dengan mereka ke Israel. Ketiga orang majus itu sedang menungguku di kota Babilonia.”
Berangkatlah Artaban dengan mengucapkan selamat tinggal kepada sahabat-sahabatnya.
Dalam perjalanan ke Babilonia dimana ia akan bertemu dengan ketiga sahabat orang majusnya, Artaban berjalan pada jalan gurun, sempit dan tersisolir. Jalan itu sangat sepi sehingga bunyi langkah kakinya terdengar. Ia tiba pada suatu tanjakan dan disana di depannya, dia melihat seseorang, tergeletak, bagaikan onggokan di tanah. Segera Artaban berpikir dalam dirinya, “Apakah ia seorang perampok yang sedang memainkan tipu muslihatnya dan mau mencuri ketiga permataku?” Artaban menjadi kuatir. Dia amat kuatir.
Ketika dia perlahan-lahan mendekati tubuh yang terlipat bagaikan tumpukan karet di jalur jalannya, tiba-tiba tubuh itu menggapainya dan dengan kasar menarik baju Artaban. Tubuh Artaban bagaikan meledak dengan ketakutan. Tetapi sesudah itu, orang tersebut melorot dan jatuh kembali. Artaban terkejut, dan memandang dengan teliti muka orang yang pingsan tersebut. Mukanya penuh dengan darah dan pukulan. Jelas bahwa orang ini telah dirampok dan secara brutal diserang. Artaban berpikir, “Apa yang harus aku lakukan? Kalau aku tetap disini dan menolong orang ini, ketiga teman orang majusnya akan pergi tanpa menunggunya untuk mencari raja yang baru tersebut. Tetapi kalau aku meninggalkan orang ini disini saat ini, ia pasti akan mati. Apa yang harus aku lakukan?” Artaban bingung.
Sebisa-bisanya ia ingin pergi bersama teman-teman majusnya mencari raja Israel yang baru, tetapi Artaban tahu dalam hatinya bahwa ia harus tetap bersama dengan orang yang terluka tersebut. Jadi Artaban menggendong temannya baru yang ditemukannya dan membawanya ke desa terdekat. Pada suatu hotel kecil di desa itu, Artaban memberi makan, menjaga dan merawat lukanya. Pelan tapi pasti, teman barunya menjadi sehat kembali.
Beberapa minggu telah berlalu dan pada suatu malam, manager hotel tersebut datang padanya dengan diam-diam dan berkata kepada Artaban, “Aku benci mengatakannya, tetapi anda harus membayar makanan, tempat tinggal dan obat-obatan yang aku telah sediakan bagimu dan teman sakitmu selama bulan yang sudah lalu ini. Anda harus membayarku, karena aku juga harus membayar tagihanku juga.”
Artaban menjawab, “Aku tidak memiliki uang.”
Manager itu berkata, “Apakah kamu memiliki sesuatu yang berharga?”
“Saya memiliki suatu permata safir biru yang sangat indah, lihatlah, ini permata asli ” kata Artaban.
Manager mengambil permata safir biru tersebut dari Artaban, dengan hati-hati dia memeriksa dengan jarinya. Dia berguman sambil menahan napas, “Ini cukup,” karena tahu bahwa permata itu berharga lebih dari semua biayanya.
Orang yang terluka itu sekarang sudah sehat, ia memandang kepada Artaban dan berkata, “Terima kasih anda menyelamatkan nyawa saya. Terima kasih telah membayar makanan, tempat tidur dan pengobatanku.”
Artaban mengangguk. Dia memeluk orang itu dan mengucapkan selamat tinggal.
Pagi berikutnya, Artaban pergi. He masih memiliki dua permata berharga di kantongnya untuk diberikan kepada rajanya yang baru, bila dan kapan ia menemukannya. Artaban masih memiliki rubi merah dan mutiara mutih, jadi ia buru-buru berjalan ke tanah Israel menjumpai ketiga sahabat orang majus nya.
Rumor telah tersebar luas bahwa raja baru itu dilahirkan di suatu desa kecil di Israel, desa itu bernama Bethlehem, jadi Artaban berjalan ke Bethlehem untuk menemukan ketiga temannya dan untuk memberikan kedua permatanya kepada rajanya yang baru.
Ketika Artaban tiba di Bethlehem, dia mendekati pintu rumah dimana berdiri seorang wanita muda sedang menggendong bayinya. Artaban mendekati wanita muda itu dan bertanya kepadanya, “Ibu, tolong beritahukan saya dimana saya dapat menemukan raja yang baru lahir bagi bangsa Yahudi itu? Saya telah mendengar bahwa ia dilahirkan di desa Bethlehem ini.” Ibu muda ini memandang kekiri dan kekanan dengan penuh ketakutan dan mengundang orangtua berkhitmat ini masuk kerumahnya dan berbisik dengan perlahan, “Bayi raja yang baru sedang dicari oleh Raja Herodes.
Dia telah meninggalkan Bethlehem dengan ayah dan ibunya. Keluarga itu telah melarikan diri ke Mesir untuk menghidari kegilaan Raja Herodes. Raja Herodes sangat berbahaya dan ingin membunuh seluruh bayi laki-laki dibawah 2-tahun.”
Komentar