Pernah seseorang bertanya kepada seorang ahli filsafat bernama Plato, Apa itu manusia? Ahli filsafat tersebut menjawab, “Manusia adalah hewan berbulu yang berkaki dua.” menunjukkan bahwa seorang pemikir Yunani yang ternama tersebut memiliki rasa humor. Jawaban tersebut tidak dengan benar menunjukkan kepada kita apa arti manusia dari segi akal yang sehat, yang memancing rivalnya pada waktu itu untuk mempertontonkan seekor ayam yang digenggam pada saat perkuliahan untuk memperolok-olokkan definisi Plato.
Akan tetapi, pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang penting. pertanyaan tersebut memulai pengertian atas siapa kita sebenarnya yang dapat mengerti akan menjadi apa kita dalam rencana Allah. Apakah manusia pada dasarnya baik atau ada yang salah dengan kita? Apakah kita secara alami mencari Allah dan kebaikan-Nya atau apakah kita cenderung menginginkan untuk melakukan hal-hal kesibukan dan kesenangan kita sendiri? Pada topik ini akan dibahas tentang gambaran garis besar dari sejarah Allah dalam penciptaan-Nya. Dan topik kali ini juga akan menerangkan tentang kondisi dan kebutuhan manusia.
Pengertian Dosa dan Tingkatannya
Sebelum kita dapat memulai untuk memulihkan hubungan kita dengan Allah, kita harus mengerti bahwa hubungan tersebut telah rusak, dan mengapa itu masalahnya. Hubungan kita dengan Allah rusak bukanlah karena apa yang telah Allah lakukan, tetapi karena apa yang telah kita lakukan. Kita telah berpaling dari aturan-aturan Allah dan membuat jalan kita sendiri.
Dosa adalah konsep utama dalam Kristenitas, tetapi dosa juga adalah kata yang begitu negatif dimana tidak seorangpun menyukai untuk membicarakannya. Kita seharusnya berpikir positif, berpikiran bahwa manusia pada dasarnya adalah baik. Tetapi Kekristenan mengklaim bahwa dosa dimiliki oleh setiap orang. Sebelum kita membahas topik inti yang sebenarnya, bagaimanapun, marilah kita meluangkan waktu untuk mendefinisikan dosa.
Dosa meliputi penyimpangan-penyimpangan dari standar (norma) kekudusan sempurna yang dari Allah. Bisa merupakan pikiran kita, perilaku kita, atau perkataan kita. Itu sebabnya mengapa Yesus memberikan contoh kepada pendengar-Nya seperti, “Tetapi saya berkata kepada kamu, jika seseorang melihat seorang wanita serta menginginkannya, dia telah berbuat jinah dengan perempuan itu dalam pikirannya” (Matius 5:28).
Tindakan dosa merupakan tindakan yang merugikan orang lain, merugikan diri kita sendiri, dan yang terparah adalah menghina Allah yang kudus. Hal ini bukan alasan Tuhan untuk mengambil segala kesenangan di kehidupan kita. Sebaliknya, kita dirancang untuk melakukan hal-hal yang baik, hidup harmonis dengan Tuhan, maka, adalah baik bagi kita untuk memulihkan hubungan dengan Tuhan dan menikmati hidup dalam ukuran-ukuran yang telah Dia tetapkan.
Sebagai akibat dari dosa, kita menolak Allah dan bukannya menempatkan diri pada pihak-Nya. Ini berarti bahwa dosa tidak hanya fakta perpisahan dengan Allah, tetapi juga melibatkan ketidaktaatan kita.
Namun, apa tingkatan-tingkatan dosa? Menurut Alkitab, semua dosa pada hakekatnya adalah sama (dosa adalah universal). Baik itu dosa keturunan (yang diwariskan), dan juga kita memiliki-dosa dosa pribadi (dosa yang kita lakukan sendiri). Paulus penjelaskan dalam Roma 3:10-13 bahwa tidak ada seorangpun yang benar, dan tidak ada seorangpun yang mencari Allah, dan tidak seorangpun yang berbuat baik.
Firman Menjadi Daging
Jika semua sifat manusia sudah begitu rusaknya, maka bagaimana bisa salah satu dari antara kita dapat memulihkan hubungan kita dengan Allah? Kebenaran menyatakan, dengan diri kita sendiri pun tidak bisa (Efesus 2:8-9). Sementara Allah sudah menyatakan dirinya kepada kita dalam pengertian umum di alam dan dalam suara hati nurani (Mazmur 19:1; Roma 1:20; 2:14-15), ini belum cukup untuk memulihkan hubungan kita dengan Allah. Itu mengapa Allah menyediakan Alkitab bagi kita — pewahyuan khusus-Nya — dan melakukan hal-hal yang dahsyat: “Firman (Kristus) menjadi darah dan daging, dan bergabung dengan lingkungan manusia” (Yohanes 1:14). Ini merupakan cerita Allah Anak — Yesus Kristus — dilahirkan sebagai manusia, 100% Allah dan 100% manusia, agar bertumbuh besar dan menderita dan mati untuk kita di kayu salib, tetapi ajaibnya, hidup kembali, membentuk dasar iman Kristen yaitu Kebangkitan. Hanya melalui anugrah Allah kita dapat mengembalikan hubungan kita dengan Pencipta kita.
Kristus dan Kabar Baik
Namun kematian dan kebangkitan Kristus tidak secara otomatis membangung hubungan yang terpulihkan antara kita dan Allah. Kita harus menanggapi secara pribadi, sungguh-sungguh dan dengan komitmen untuk berbalik dari dosa kita (bertobat), mengakui bahwa hanya Kristus yang dapat menyelamatkan kita dari kejatuhan kita.
Injil atau kabar baik adalah Kristus telah mati untuk kita, mengartikan bahwa kita dapat meminta pengampunannya dan menerima pengampunan. Tidak ada hal yang gaib dalam permintaan tersebut atau ritual tertentu yang harus kita ikuti. Hanya sesederhana berpaling kepada Allah melalui Kristus dan melalui doa, mengaku bahwa kita telah melanggar aturan-aturan-Nya, mengekspresikan keinginan kita untuk memiliki Kristus untuk mengarahkan hidup kita bagi kemuliaan-Nya, tetapi bukan hidup sesuka hati kita.
Bagaimana dengan Iman dan Akal Sehat?
Bagaimana iman dan akal sehat berhubungan dengan menjadi seorang Kristen? Bagaimana jika anda memiliki suatu waktu yang sulit untuk menerima Yesus dan Kekristenan? Untungnya, Kekristenan memiliki sejarah, yang berakar dalam Alkitab, untuk memikirkan pertanyaan-pertanyaan sulit. Itu tidak benar bahwa orang Kristen harus meninggalkan akal sehat untuk memeluk iman. Kekristenan mendorong kehidupan pikiran (lihat, contohnya, Matius 22:37) dan Paulus juga mencatat bahwa iman Kristen adalah “benar dan masuk akal (Kisah Para Rasul 26:25). Iman dan akal sehat saling melengkapi satu sama lain. Orang-orang kristen tidak terpanggil untuk iman yang buta atau lompatan iman. Sebaliknya, iman kita memiliki dasar yang kuat dengan berbagai bukti seperti sejarah kebangkitan, keandalan dari Perjanjian Baru, keaslian temuan-temuan bersejarah, konsistensi logis dan masih banyak lagi.
Ketika dibandingkan dengan pandangan dunia, Kekristenan memiliki penjelasan-penjelasan yang terbaik dan nyata. Ateisme dan humanisme sekuler menyangkal keberadaan Allah. Dalam pandangan mereka, manusia hanya merupakan produk kesempatan dan waktu, lagi pula, kita hanya bisa melakukan yang terbaik yang dapat kita lakukan sebagai hewan yang memiliki daya nalar yang tinggi. Panteisme, memiliki pandangan bahwa segala sesuatu adalah ilahi, menyatakan bahwa manusia pada dasarnya baik. Masalah pada panteisme adalah bahwa manusia perlu pembebasan spiritual melalui pencerahan. Setelah kita menyadari bahwa kita adalah ilahi, maka kita akan benar-benar mengerti bahwa ada perbedaan antara yang baik dan yang jahat. Dalam pengertian deisme, Tuhan telah menciptakan dan melukai alam semesta, tapi sekarang hilang, meninggalkan kita sendiri.
Tetapi, dalam Kekristenan, Allah-lah yang menjangkau kita, berusaha untuk membuatkan bagi kita jalan hidup jika kita menanggapi pertolongan-Nya.
Hewan Berbulu Berkaki Dua atau Ciptaan yang Mulia?
Untungnya, manusia jauh lebih baik dari pada hewan yang berbulu dan berkaki dua seperti yang Plato ungkapkan kepada seseorang yang bertanya tentang “Apakah manusia?”. Kita adalah makhluk yang mulia, diciptakan menurut gambar Allah, akan tetapi kita telah jatuh, rusak, dan membutuhkan keselamatan. Jika anda siap untuk menerima Kristus dan mengikuti-Nya, kami mendorong anda untuk melakukannya.
Komentar