oleh

Jangan bekerja untuk Tuhan!

Beberapa waktu yang lalu, seorang saudara berkata dengan penuh kekesalan pada saya, “Saya tak mengerti! Saya telah bekerja keras melayani dalam gereja. Saya terlibat dalam semua proyek gereja. Saya bertanggung jawab sebagai koordinator dan pengurus ini dan itu. Saya sampai kurang tidur. Saya kadang terbangun tengah malam memikirkan gereja kita. Tapi lihat apa yang saya dapat: saya disingkirkan dari teman-teman seiman saya. Saya tidak dihargai. Pendapat saya tidak didengar. Saya sudah menjadi orang asing di gereja sendiri, dan yang lebih parah… Tuhan kayaknya tidak berbuat apa-apa.” Saya kenal baik dengan saudara ini, dan saya tahu betapa keras kerja beliau selama ini. Memang kedengarannya tidak fair, beliau yang bekerja begitu keras memperoleh balasan yang sangat menyakitkan hati. Mungkin ada dari kita yang mengalami hal serupa dengan saudara di atas. Mungkin ada yang bahkan lebih parah. Mengapa hal ini terjadi? Dan yang lebih penting, bagaimana kita keluar dari masalah ini?

Satu hal yang sebaiknya diingat adalah bahwa hidup tak akan bertambah mudah dengan melayani Tuhan. Bertambah sulit malah iya. Tidak semua pelayanan kita akan mendapat respon positif dari rekan seiman sekalipun. Seluruh Alkitab diwarnai dengan kisah orang-orang yang mengalami penolakan dan penderitaan karena mematuhi Tuhan. Yesus sendiri memperingatkan kita akan tingginya harga yang harus dibayar untuk mengikut Dia (Lukas 14:25-33). Tapi Tuhan telah punya rencana lewat penderitaan kita. Di sana iman kita dibangun.

Penjelasan yang bagus. Setuju seratus persen! Yang menjadi masalah, kita biasanya berpegang pada pendirian tentang adanya penderitaan ini dan dengan keras kepala terus melakukan pelayanan seperti yang sudah-sudah. Memang benar penderitaan akan datang tanpa dipanggil. Memang benar kita harus tahan, bahkan bergembira dalam penderitaan, “…anggaplah sebagai suatu kebahagiaan apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan.” (Yakobus 1:2,3) Tapi tolong, jangan berhenti di situ. Kita juga harus mengoreksi ke dalam diri kita, apakah penderitaan itu datang karena kita patuh pada Tuhan dalam dunia yang maksiat ini, ataukah karena kita melupakan sesuatu.

Anda mungkin menanyakan hal yang sama seperti saudara yang keluhannya saya kutip di atas. Dia sudah bekerja mati-matian dengan tak kenal lelah, bahkan berani menanggung resiko tinggi untuk membebaskan Israel dari tirani Raja Ahab, tapi Tuhan seakan tidak menghiraukan apa yang telah diperbuatnya. Setelah Ahab disingkirkan dan Yehu naik tahta, Israel mengalami kekalahan demi kekalahan sehingga daerahnya banyak berkurang (II Raja-raja 10:32).

What’s wrong? Alkitab memberitahu kita bahwa meskipun Yehu “telah berbuat baik dengan melakukan yang benar di mataKu (Tuhan), dan telah berbuat kepada keluarga Ahab tepat seperti yang di kehendaki hatiKu,…Yehu tidak tetap hidup menurut hukum Tuhan, Allah Israel, dengan segenap hatinya; ia tidak menjauh dari dosa-dosa Yerobeam yang mengakibatkan orang Israel berdosa pula.” (II Raja-raja 10:31) Yehu berbuat banyak sesuai yang diperintahkan Tuhan, tapi dia tidak melakukannya dengan sepenuh hati. Dia tetap menyembah anak lembu emas di Betel dan di Dan (II Raja-raja 10:29).

Raja Yehu yang gagah perkasa ternyata berhasil menjadi “alat” Tuhan, tapi dia gagal melayani kehendak Tuhan. Dengan kata lain, Yehu telah bekerja untuk Tuhan, tapi dia tidak membiarkan Tuhan bekerja melalui dia!

Banyak pekerja gereja dewasa ini yang bekerja untuk Tuhan, tapi tidak membiarkan Tuhan bekerja melalui mereka. Banyak orang Kristen yang mengaku telah melayani Tuhan, tapi mereka tidak memeriksa lebih jauh apakah “pelayanan” mereka itu sesuai kehendak Tuhan. Cerita berikut ini mungkin dapat sedikit membantu memberi- kan gambaran.

Banyak pekerja gereja dewasa ini yang bekerja untuk Tuhan, tapi tidak membiarkan Tuhan bekerja melalui mereka.

JANGAN BEKERJA UNTUK TUHAN

Alkisah adalah seorang kolektor lukisan yang terkenal. Suatu hari sang kolektor membeli sebuah lukisan yang sangat mahal dan bernilai seni tinggi. Lukisan itu menggambarkan menara miring Pisa di Italia. Dengan bangga sang kolektor memasang lukisan itu di dinding ruang tamunya, agar semua orang yang datang dapat menikmati keindahan lukisan tersebut. Keesokan harinya, ketika beliau bangun dan masuk ke ruang tamu, alangkah kaget beliau mendapati lukisan barunya tergantung miring di dinding. Tikus kurang ajar mana yang menyenggol lukisanku semalam sampai miring begini? Begitu pikirnya. Dengan hati-hati beliau meluruskan lukisan itu. Esoknya, ketika beliau hendak menunjukkan lukisan itu pada rekan-rekannya, beliau terperanjat karena kembali lukisan itu tergantung miring. Jangan-jangan ada pencuri mau mencuri lukisanku, sang kolektor menebak dengan was-was sambil meluruskan lukisannya. Malam itu, sang kolektor bertekad tidak mau tidur. Beliau mengintip dari balik lemari, ingin tahu apa atau siapa yang membuat lukisannya miring. Sejam kemudian, masuklah pengurus rumah tangga sang kolektor ke dalam ruang tamu dan mulai membersihkan ruangan. Ketika sampai pada lukisan menara Pisa tersebut, tanpa diduga-duga pengurus rumah tangga itu mulai menggeser lukisan itu sampai akhirnya lukisan itu tergantung miring. Sang kolektor segera melompat keluar dari persembunyiannya dan menghardik si pengurus rumah tangga, “Hai, apa yang kamu lakukan? Mengapa kamu membuat lukisanku tergantung miring?” Pengurus rumah tangga itu kaget melihat tuannya, dan dengan jujur menjawab,”Oh, maaf Pak, saya membetulkan letak lukisan itu, agar menaranya tidak kelihatan miring.”

Rupanya si pengurus rumah tangga ini tidak menyelidiki apa yang tuannya mau dari lukisan itu. Tuannya ingin lukisannya tergantung lurus, tapi pengurus ini menganggap gambar menara yang lurus adalah yang terbaik. Apakah pengurus rumah tangga ini bekerja untuk tuannya? Ya, dan dia tidak hanya bekerja; dia ingin bekerja dengan baik. Kalau dia acuh tak acuh, dia akan membiarkan saja lukisan itu. Tapi karena dia ingin bekerja dengan baik, dia melihat sesuatu yang “tidak beres” dengan lukisan itu dan ingin memperbaikinya. Motivasi yang baik. Sayangnya, dia tidak berdiskusi dulu dengan tuannya dan tidak bermaksud mengetahui kehendak tuannya. Akibatnya, tuannya justru marah. Kita orang Kristen mungkin care dengan pelayanan Tuhan, gereja Tuhan, atau persekutuan anak- anak Tuhan, tapi sering kita hanya mempertimbangkan sesuai logika dan analisa kita yang terbatas tanpa mencari tahu pekerjaan apakah yang sebenarnya Tuhan ingin kita perbuat. Tuhan mengangkat kita sebagai pekerja-pekerjaNya untuk menjalankan kehen dakNya, bukan kehendak kita.

Tuhan ingin kita bekerja sesuai kehendakNya justru karena Tuhan mengasihi kita dan tahu apa yang terbaik bagi kita. Kita tidak tahu apa yang terbaik bagi kita selama Tuhan tidak memberitahu kita. Tuhan ingin kita bekerja sesuai kehendakNya bukan karena Tuhan membutuhkan bantuan kita. “Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu ini.” (Matius 3:9) Tapi Tuhan bersusah payah memakai Abra- ham dengan segala kelemahan dan keterbatasannya, hanya karena Dia mencintai Abraham! Allah dapat memakai batu-batu untuk bekerja untukNya, tapi kalau itu terjadi, celakalah kita manusia!

Kita “pekerja-pekerja gereja” yang hanya ingin melayani Tuhan sesuai kemauan kita mempunyai tendensi untuk kecewa pada Tuhan apabila usaha kita gagal atau menemui halangan yang besar. Mau tak mau ada rasa “saya telah berbuat banyak bagi Tuhan, tapi Tuhan tidak membalas jasa saya,” dan apabila ada rekan yang menurut pendapat kita lebih diberkati daripada kita, timbullah iri hati dan perasaan bahwa Tuhan tidak adil. Masih ingat perumpamaan Tuhan Yesus tentang anak yang hilang (Lukas 15:11-32)? Si bungsu yang hilang itu akhirnya ditemukan kembali, tapi si sulung ternyata tetap “hilang” sampai akhir cerita. Coba tengok apa yang si sulung katakan ketika melihat ayahnya menyambut kembalinya si bungsu dengan demikian meriah: “Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat- sahabatku.

Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia.” (Lukas 15:29-30). Rupanya si sulung ini terkena “penyakit” yang juga banyak menghinggapi orang-orang Kristen dewasa ini. Dia menganggap selama ini dia bekerja pada ayahnya adalah seperti seorang pegawai berhubungan dengan majikannya. Pegawai bekerja, majikan semestinya memberi imbalan. Pegawai berbuat buruk, majikan mustinya menghukum. Tapi dia bukan pegawai ayahnya. Dia anak ayahnya. Dia harus sadar bahwa ayahnya telah menyediakan segala-galanya bagi dia. Dia harus ikut bergembira dengan kembalinya sang adik, karena hubungan ayah-anak telah terjalin kembali. Kita orang Kristen bukan pegawai Tuhan. Kita anak-anakNya. Apakah kita akan hitung-menghitung dengan Tuhan? Sadarkah kita apa yang terjadi kalau Tuhan menghitung-hitung perbuatan dan memberi imbalan atau hukuman sesuai yang kita perbuat? Kita bisa yakin bahwa neraka dan kegelapan adalah masa depan kita! Tapi kasih Tuhan telah menghapus semua itu melalui salib Kristus. Karena itu, biarlah Tuhan bekerja melalui kita, dan kita sebagai anak-anak memberikan diri kita sepenuhnya untuk karyaNya.

Karya Kristiani yang benar adalah seperti yang Paulus tulis dalam Filipi 2:13: “Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaanNya.” Karena kita telah menerima keselamatan dalam Kristus, tubuh dan jiwa kita bukannya milik kita lagi. Pekerjaan yang kita lakukan juga hendaknya bukan pekerjaan kita lagi, tapi Allah yang bekerja melalui kita. Bagaimana kita mencari kehendak Tuhan? Selidikilah, dalami, dan renungkanlah terus Firman Tuhan melalui Alkitab. Teruskan bersekutu dengan Dia baik secara pribadi dan juga dalam persekutuan-persekutuan dengan saudara-saudara seiman. Tetaplah terbuka dan sensitif untuk komunikasi dengan Tuhan. Sering Tuhan memakai kawan atau lawan untuk mengingatkan kita akan kehendakNya. Tidak selamanya pelayanan kita pada Tuhan akan mendapat respon positif dari rekan-rekan kita, tapi kita harus selalu ingat untuk melihat ke dalam, memeriksa apakah pelayanan kita sudah sesuai dengan kehendakNya. Jangan bekerja untuk Tuhan; biarkanlah Dia bekerja melalui anda.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed