Saat ini, isu agama sedang merajalela di Indonesia. Isu agama membuat kata ‘kafir’ menjadi salah satu kata yang sering disebutkan. Begitu mudahnya orang memanggil orang lain dengan sebutan kafir. Di Indonesia, negara dengan populasi Islam terbanyak, sering menggunakan kata kafir untuk orang yang non-Muslim. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan ‘kafir’ sebagai orang yang tidak percaya kepada Allah dan rasul-Nya. Teologi Islam sendiri memanggil seseorang kafir jika orang tersebut tidak percaya kepada kerasulan nabi Muhammad. Kekristenan pun mengenal kata kafir, tetapi memiliki makna yang berbeda.
Mengapa orang Kristen disebut Kafir, ini dia beberapa alasannya yang perlu kalian ketahui sebagai berikut:
- Pada QS Al-Maidah:72 tertulis, “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berata, ‘Sesungguhnya Allah ialah Al Masih (Yesus) putra Maryam.’” Orang Kristen disebut kafir karena percaya pada Yesus sebagai Allah yang turun ke dunia dan menjadi manusia. (Baca juga: Arti Imanuel)
- QS Al-Maidah:73 menyebutkan, “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwasanya Allah satu dari yang tiga.” Kristen adalah sebuah agama monoteisme yaitu percaya kepada satu Allah. Namun, dalam kekristenan, orang Kristen percaya adanya tiga pribadi dalam Allah yaitu Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Inilah yang biasa disebut sebagai Allah Tritunggal.
- Selain kedua ayat tersebut, orang Kristen dipanggil kafir karena tidak mengakui kenabian Muhammad serta tidak berpegang pada ajaran Al-Quran. Ini menyebabkan tidak hanya orang Kristen yang disebut kafir, tetapi juga semua orang non-Muslim. (baca juga: Menjadi Murid Kristus)
Kafir Menurut Perjanjian Lama
Bilangan 23:9 (TB) “Sebab dari puncak gunung-gunung batu aku melihat mereka, dari bukit-bukit aku memandang mereka. Lihat, suatu bangsa yang diam tersendiri dan tidak mau dihitung di antara bangsa-bangsa kafir.” Pada ayat ini, Perjanjian Lama menggunakan istilah goyim yang merupakan bahasa Ibrani untuk menyebutkan kata kafir. Istilah goyim dipakai untuk menyebut bangsa-bangsa non-Yahudi. Bagi bangsa Yahudi, mereka adalah umat khusus, bangsa yang dipilih oleh Allah. Kata kafir di sini pun didefinisikan sebagai orang-orang yang tidak menyembah Allah Abraham. (Baca juga: Pengertian Takut Akan Tuhan)
Kafir Menurut Perjanjian Baru
Galatia 2:14 (TB) “Tetapi waktu kulihat, bahwa kelakuan mereka itu tidak sesuai dengan kebenaran Injil, aku berkata kepada Kefas di hadapan mereka semua: ‘Jika engkau, seorang Yahudi, hidup secara kafir dan bukan secara Yahudi, bagaimanakah engkau dapat memaksa saudara-saudara yang tidak bersunat untuk hidup secara Yahudi?” Pada ayat ini, ‘kafir’ merupakan terjemahan dari kata ‘ethnikos’. Kata ini menunjukkan sebuah pola hidup yang tidak sesuai dengan adat Yahudi. Kita tahu bahwa Yahudi sendiri memiliki hidup yang menuruti perintah firman Tuhan. Jadi, kata ‘kafir’ di sini menjelaskan hidup yang tidak sesuai perintah firman Tuhan. (baca juga: Perbedaan Islam dan Kristen)
Secara etnologi, kata kafir menurut Kristen merujuk pada orang-orang non-Yahudi seperti yang dijelaskan pada Perjanjian Lama. Namun, Paulus dalam suratnya untuk jemaat di Galatia memakai kata kafir orang-orang yang tidak mengalami pertobatan, yang masih memiliki kehidupan yang sama seperti orang-orang non-Kristen. Sehingga bangsa Yahudi pun bisa saja disebut sebagai kafir. Hal ini juga menekankan bahwa kafir bukan hanya sekedar orang yang tidak menganut agama Kristen. Makna kafir bukan hanya sekedar agama Kristen atau tidak. Orang yang hidup semaunya sendiri, men-tuhan-kan diri sendiri, meski di KTP tertulis Kristen pada kolom agamanya, ia bukanlah seorang Kristen. Ia adalah seorang kafir karena tidak hidup sesuai firman Tuhan. Penyebutan kata kafir oleh Paulus pun juga menjelaskan bahwa tidak ada lagi pemisahan golongan antara Yahudi dan non-Yahudi. Pengelompokan yang ada adalah mengenal Allah atau tidak mengenal Allah. Saat ini, kata kafir dipakai untuk orang-orang yang tidak mengenal Allah. Dengan definisi yang sama, kata kafir dalam Muslim dan Kristen merujuk kepada golongan yang berbeda. Lalu, bagaimana seharusnya kata kafir digunakan?
Sikap Orang Kristen Dalam Menggunakan Kata Kafir
Matius 5:21-22 (TB) “Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.” Pada ayat ini, kata ‘kafir’ berasal dari kata ‘raka’. ‘Raka’ memang biasa dipakai untuk melakukan penghinaan pada orang lain. Namun, kata ini tidak memiliki makna yang sama dengan kata ‘kafir’ yang kita pahami saat ini. Kita memahami ‘kafir’ berkaitan dengan iman, tetapi kata ‘raka’ berkaitan dengan orang yang tidak tahu apa-apa, orang yang bodoh, dan beberapa keterangan lainnya sebagai berikut:
- Jadi, sebenarnya ayat ini memang tidak bermaksud untuk mengatakan sesuatu tentang kafir menurut Kristen dalam orang lain. Mazmur 14:1 (TB) “Untuk pemimpin biduan. Dari Daud. Orang bebal berkata dalam hatinya: ‘Tidak ada Allah.’ Busuk dan jijik perbuatan mereka, tidak ada yang berbuat baik.” (baca juga: Cara Bertobat Orang Kristen)
- Namun, pada Mazmur 14:1 dikatakan bahwa orang yang bodoh tidak mengakui keberadaan Allah. Hal ini bisa kita kaitkan kembali dengan ayat sebelumnya (Matius 5:21-22).
- Kata ‘raka’ berarti orang bodoh dan menurut ayat ini, orang bodoh tidak mengakui adanya Allah. Dengan begitu, kata ‘kafir’ yang digunakan LAI dalam Matius 5:21-22 menjelaskan kepada kita tentang orang yang tidak mau mengakui adanya Allah. (baca juga: Alasan Orang Islam Masuk Kristen)
Kata kafir memang seringkali dipakai untuk mengungkapkan kebencian dan untuk membela agamanya sendiri. Namun, Yesus mengingatkan bahwa kita tidak boleh mengkafirkan orang lain. Yesus mengkaitkan mengkafirkan orang lain dengan hukum ‘Jangan Membunuh’ yang ada pada Hukum Taurat. Pada Perjanjian Lama, tidak ada hukum yang membahas tentang mengkafirkan orang lain. Namun, Yesus mau menjelaskan bahwa membunuh tidak hanya sekedar membuat orang lain mati secara fisik. Dengan kita menyebut orang lain kafir, kita membunuh pribadi orang tersebut dan itu sama saja dengan pelanggaran Hukum Taurat. (baca juga:Hukum Tabur Tuai)
Sikap Orang Kristen Dalam Menanggapi Kafir
Kita telah memahami bagaimana umat Islam dan umat Kristen memiliki pemahaman yang berbeda mengenai kata kafir menurut Kristen. Semakin panasnya isu agama, semakin banyak orang yang menyebut kita kafir. Kita tidak perlu merasa marah apalagi sampai membalas karena sebutan tersebut. Roma 12:17 (TB) “Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!” 1 Tesalonika 5:15 (TB) “Perhatikanlah, supaya jangan ada orang yang membalas jahat dengan jahat, tetapi usahakanlah senantiasa yang baik, terhadap kamu masing-masing dan terhadap semua orang.” (baca juga: Peran Gereja Dalam Masyarakat)
Tuhan tidak mengajarkan anak-anak-Nya untuk membalas dendam. Segala yang jahat hendaknya kita tidak membalasnya, malah sebaiknya kita membalasnya dengan kebaikan. Kita perlu mengingat bahwa hukum yang terutama dalam kekristenan adalah hukum kasih. Kita seharusnya memiliki kasih yang dilandaskan kasih Allah bukan hanya kepada sesama orang Kristen, tetapi juga kepada semua orang.
Setelah memahami apa arti kata kafir dalam kekristenan, hendaknya kita lebih bijaksana dalam menggunakan kata kafir. Jangan sampai kita merasa lebih baik dan lebih tinggi dibanding orang lain sehingga kita merasa pantas memanggil orang lain kafir. Tuhan memberkati.
Komentar