Di dalam dunia ini tiada pernikahan yang sempurna, yang sempurna hanya ada di sorga. Juga tidak ada pernikahan Kristen yang ideal, yang ideal hanya dalam impian. Simak saja pernikahan Lady Di yang baru menjadi almarhumah akibat kecelakaan mobil di Paris. Apa yang kurang pada diri Pangeran Charles dan Putri Diana, pernikahan mereka di sebut “The Wedding of the Century“. Charlesnya tampan dan Diananya cantik luar biasa, melebihi banyak bintang film. Kekayaan mereka tidak terhitung, ingin apa saja langsung dapat dibeli. Keduanya juga menjadi figur dunia. Kurang apa lagi? Semua yang ingin dimiliki manusia, mereka punyai! Namun kenyataannya pernikahan mereka retak, mereka berpisah dan akhirnya bercerai, sekalipun pernikahan mereka diberkati di Gereja, sungguh ironis!
Kalau tidak bercerai, mungkin kematian Lady Di tidak akan begitu tragis! Sampai di sini mungkin anda bertanya:”Bila tiada pernikahan yang sempurna dan ideal, bagaimana dengan pernikahan yang sehat?” Saya percaya kita dapat memiliki pernikahan yang sehat, asal kita mau membinanya. Kita di sini, adalah suami dan isteri, bukan sepihak saja. Membina, adalah usaha yang serius. Saya yakin bila kita mau berusaha dengan serius kita dapat memiliki pernikahan yang sehat.
Tujuan Pernikahan Kristen
Sungguh sedih bila kita mendengar ungkapan seseorang mengenai pernikahan atau pasangan mereka seperti; “Saya sudah tidak mempunyai feelings lagi terhadap suami/isteri saya. Sekalipun kami masih serumah, semeja dan seranjang, tapi semuanya hanya rutin sifatnya dan hambar rasanya.” atau, “Saya tidak merasa cocok lagi dengan pasangan saya. Kami mempunyai terlalu banyak perbedaan.” atau, “Pasangan saya sudah banyak berubah, tidak seperti ketika kami baru menikah. Sekarang saya baru tahu kejelekannya.” dan sebagainya yang bernada pesimis, negatif dan penuh penyesalan! Kalau sudah sampai pada taraf demikian apakah yang harus kita lakukan? Saya anjurkan marilah kita meninjau kembali tujuan pernikahan kita.
Mengapa kita menikah? Apa tujuan kita menikah? Bagi orang kristen tujuan penikahan bukanlah untuk memenuhi kebutuhan biologis, sekalipun itu perlu; sebab belum tentu pasangan kita dapat memenuhi sepenuhnya kebutuhan tersebut dan kita tahu bahwa kebutuhan itupun akan surut juga. Kita menikah bukan juga untuk mendapatkan keturunan, sebab kita percaya bahwa keturunan itu adalah karunia Allah. Kemampuan dan kebutuhan finansil bukan juga motifasi dan tujuan pernikahan kristiani, bagaimana kalau suatu saat kelak keuangan kita minim sekali? Apakah pernikahan itu harus bubar? Kita menikah bukan juga untuk menyenangkan hati orang-tua, bagaimana kalau orang-tua kita sudah tiada, apakah pernikahan tersebut dihentikan saja? Agar ada seseorang yang merawat atau menangung hidup kita, bukan juga tujuan pernikahan yang baik bagi orang Kristen, sebab bila pasangan kita sudah tidak sanggup lagi merawat atau menangung hidup kita, penyesalan bisa muncul. Kalau begitu apakah tujuan pernikahan kristiani itu? Bagi saya satu-satunya tujuan pernikahan kristen adalah untuk memuliakan Tuhan.
Renungan pernikahan: Bukankah Alkitab menyatakan bahwa hubungan suami isteri adalah bagaikan hubungan Kristus dengan JemaatNya? (Efesus 5:31-33) Hanya dengan keyakinan ini maka kita akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk membina pernikahan yang sehat, sebab dengan penikahan yang sehat kita akan memiliki keluarga yang sehat, dengan keluarga yang sehat kita akan memiliki gereja yang sehat dan dengan gereja yang sehat kita akan memiliki masyarakat yang sehat dan dengan masyarakat yang sehat kita akan memiliki negara yang sehat dan dengan negara yang sehat kita akan memiliki dunia yang sehat. Sudahkah kita melihat betapa pentingnya pernikahan yang sehat tersebut? Jikalau tujuan pernikahan Kristen kita adalah untuk memuliakan Kristus, maka sebagai suami-isteri Kristen kita harus berusaha sungguh-sungguh membina pernikahan yang sehat. Tiada suatu kesulitan atau kesukaran yang kecil ataupun besar yang dapat meretakkan pernikahan kita. Kalau mau mencari alasan, ada seribu satu alasan yang dapat kita ciptakan, tapi itu bukan karakter anak-anak Tuhan! Semoga kita menemukan kembali tujuan pernikahan kita yang seharusnya, karena tujuan untuk memuliakan Kristus itulah yang patut pula menjadi dasar pernikahan kita.
Setelah mempunyai dasar yang benar maka pernikahan kita perlu memiliki pilar pernikahan yang kokoh agar pernikahan kita menjadi sehat, menjadi berkat bagi sesama dan memuliakan Kristus. Berhubung karena ruang yang tidak mengizinkan maka berikut ini dengan singkat akan diuraikan empat pilar yang harus ada dalam pernikahan kita. Kasih. Saya harap bahwa setiap anda yang menikah memasuki pernikahan karena anda saling mengasihi, bukan karena terpaksa. Saya harap juga bahwa kasih anda berdua belum pudar seperti Jemaat Efesus yang ditegur Tuhan karena telah meninggalkan kasih mereka yang semula. (Wahyu 2:4). Lebih daripada itu saya harap anda, sebagai orang Kristen masih dan tetap mengasihi pasangan anda dengan kasih Kristus, kasih agape, yang tidak bersyarat, tidak berubah dan tidak egois. Setiap kali bila ada pasangan Kristen muda yang datang kepada saya untuk bimbingan pra-nikah, pertanyaan pertama yang selalu saya tanyakan adalah:”Apakah anda sudah sungguh berdoa dan siap untuk menikah dengan orang yang ‘model’nya begini?
Setelah menikah setiap hari dari pagi sampai malam, kemudian dari malam sampai pagi serumah, semeja dan seranjang dengan orang ini yang mungkin makin hari makin jelek dan bukan makin baik? Kalau anda belum siap benar-benar sebaiknya pernikahan ini ditunda dulu.” Kalau jawabnya:”Sudah siap.”, maka menyusul pertanyaan kedua:”Bagaimana anda yakin bahwa orang ini adalah the right person, yang Tuhan kehendaki menjadi pasangan hidup anda?”. Biasanya keyakinan mereka merupakan suatu proses yang cukup lama, hingga tiba pada suatu kesimpulan the right person tersebut. Namun demikian jawaban yang bagaimana mantapnyapun juga masih belum menjamin terbinanya pernikahan Kristen yang sehat, tanpa implementasi kasih Kristus yang nyata setiap hari terhadap pasangan kita. Oleh karena itu kita perlu selalu bertanya pada diri sendiri:”Apakah saya masih mengasihi pasangan saya dengan Kasih Kristus, yang tidak bersyarat, tidak berubah dan tidak egois itu?”. Jika kasih tersebut sudah mulai pudar, mohonlah ampun kepada Tuhan dan biarlah Dia memulihkan kembali kasih tersebut. Komitmen. Kata komitmen ini berasal dari bahasa Latin; com + mittere, yang berarti diutus bersama- sama.
Jadi sebagai suami-isteri, kita diutus sebagai satu team untuk memuliakan Kristus melalui pernikahan mereka. Karena satu team maka tidak boleh ada yang dominir, sekalipun kita hidup di dunia dominasi kaum pria. Allah tidak mencipta Hawa dari tulang kepala Adam untuk mengepalai suaminya atau dari tulang kaki untuk diinjak oleh suaminya. Hawa dicipta dari tulang rusuk Adam agar kedua berdampingan menjadi utusan Allah dalam dunia ini. Untuk berhasil sebagai utusan Allah, maka nasehat rasul Paulus kepada Jemaat Filipi perlu diaktualisasikan dalam pernikahan kita:”…hendaklah kamu sehati, sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan diri sendiri dan puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri, dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.” (Filipi 2:2-4). Dapat disimpulkan bahwa perujudan komitmen suami-isteri adalah saling melayani dengan tulus, jangan ada yang menjadi boss, boss kita bersama adalah Kristus!
Komunikasi. Komunikasi dalam pernikahan bagaikan aliran darah dalam tubuh kita, bila aliran darah tidak lancar atau terganggu maka tubuh kita sakit. Demikian pula dalam pernikahan Kristen bila komunikasi kita tidak efektif maka pernikahan kita tidak sehat. Dalam banyak survei ataupun dari pengalaman, menunjukkan bahwa ketidak-sanggupan untuk berkomunikasi secara efektif, mengucapkan kata-kata yang benar demgan cara yang benar, merupakan salah satu penyebab utama bagi tidak harmonisan pernikahan. Khususnya kita orang timur atau Asia, yang lebih banyak pasif dan introvert-nya, perlu lebih banyak belajar bagaimana berkomunikasi secara benar dengan pasangan kita. Dalam Kitab Amsal Solomo ada banyak ayat yang dapat menjadi acuan untuk berkomunikasi dengan pasangan kita, antara lain Amsal 15:1 “Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah.” Seorang ahli komunikasi menyatakan bahwa dalam berkomunikasi maka nada kita berperan sebanyak 38% dari keseluruhan komunikasi kita. Oleh karena itu kita perlu belajar meningkatkan kemampuan berkomunikasi kita bukan saja dengan nada yang benar, tetapi juga kepada orang, pada tempat dan waktu, serta wajah dan emosi yang benar.
Kita perlu terus berusaha berkomunikasi lebih trampil terhadap pasangan kita sepanjang hidup kita. Kawan Gairah dan kemampuan seksuil dalam pernikahan dapat merorot dan tidak berfungsi seperti masa bulan madu, namun hal tersebut tidak boleh mempengaruhi persahabatan (companion- ship) kita, pasangan kita harus tetap menjadi kawan terbaik (best friend). Persahabatan sebagai suami-isteri harus dipelihara seumur hidup kita. Ada pasangan yang bertemu dan jatuh cinta di lapangan tenis, tetapi setelah menikah salah seorang tidak pernah lagi main tenis. Ada pasangan yang bertemu dan jatuh cinta di Paduan Suara, setelah menikah salah seorang mundur. Kegemaran/pelayanan bersama sudah tidak dipupuk lagi. Masing-masing sibuk dengan urusan atau pekerjaan sendiri-sendiri. Hubungan emosi makin hari makin regang, berbicara seperlunya saja. Sudah tidak lagi membagi perasaan atau pergumulan emosi atau rohani yang dialami seperti masa-masa lalu. Dan lebih berbahaya lagi bila perasaan-perasaan tersebut sampai diutarakan kepada orang dan jenis lain.
Oleh karena itu kita perlu sekali berusaha sungguh-sungguh memulihkan dan menguatkan persahabatan kita. Mungkin kita perlu lagi melakukan tindakan-tindakan surprise yang menyenangkan hati pasangan kita dan mengadakan dating seperti masa pacaran tempo doeloe! Kita harus menyediakan lebih banyak waktu lagi untuk lebih banyak berduaan dengan pasangan kita, mengadakan bercakapan lebih intim atau melakukan sesuatu secara bersama sebagai kawan! Semoga dengan renungan pernikahan Kristen yang singkat dan sederhana ini, menolong kita semunya untuk mengevaluasi pernikahan kita dan dengan pertolongan Tuhan lebih meningkatakan kesehatan pernikahan kita. Amin