oleh

Apa Itu Kitab Deuterokanonika

Istilah deuterokanonika digunakan oleh  Gereja Katolik dan Gereja Timur sejak abad 16 untuk menyebut kitab-kitab dan bagian tertentu dari Kitab Suci Perjanjian Lama. Deuterokanonika dipakai untuk membedakan bagian dari kitab-kitab protokanonika, yakni kitab-kitab yang menjadi bagian dari Alkitab Ibrani.

Kanonik artinya menurut (sesuai dengan) hukum (undang-undang) gereja, bersifat kuasa, bersifat dasar (baku, standar)

Deuterokanonika diambil dari bahasa Yunani δεύτερος – DEUTEROS, artinya: ke dua/ second; dan kata κανών – KANÔN, tongkat, ukuran (untuk mengukur sesuatu)

Kitab-kitab deuterokanonik tersebut dianggap kanonik oleh kalangan Katolik, Ortodoks Timur, Ortodoks Oriental, dan Gereja dari Timur (termasuk Gereja Asiria dari Timur), tetapi tidak dianggap kanonik oleh kebanyakan kalangan Protestan.

Beberapa kitab yang termasuk Deuterokanonika di antaranya:

1. Yudit
2. Tobit
3. I Makabe
4. II Makabe
5. Kebijaksanaan
6. Sirakh
7. Barukh.

Deutrerokanonika pertama kali dipergunakan pada tahun 1566 oleh umat Kristen yang sebelumnya beragama Yahudi untuk menyebut naskah Kitab Suci Perjanjian Lama yang kanonisitasnya ditentukan untuk umat Katolik oleh Konsili Trente, tetapi telah dikeluargkan dari kanon terdahulu, teristimewa di Timur.

  • Kitab-kitab Perjanjian Lama ditulis pada jaman nabi-nabi sebelum kedatangan Yesus Kristus, beberapa kitab dalam Perjanjian Lama menubuatkan tentang kedatangan Yesus Kristus di dunia sebagai jalan kebenaran.
  • Kitab Deuterokanonika merupakan kitab-kitab pada kanon kedua Perjanjian Lama.
  • Kitab Perjanjian Baru merupakan Kitab-kitab (surat-surat) yang ditulis setelah kedatangan Yesus Kristus di dunia. Kitab-kitab Injil (Matius, Markus, Lukas, Yohanes) menulis tentang perkataan, perbuatan, amanat dan kisah kelahiran, kehidupan, wafat Yesus Kristus.

Dalam hal ‘hadirnya’ Yesus Kristus merupakan penggenapan dari nubuat-nubuat dalam Perjanjian Lama.

Dalam Kekristenan Ortodoks, deuterokanonika berarti bahwa suatu kitab adalah bagian dari himpunan Perjanjian Lama (dibaca selama ibadat) namun otoritasnya sekunder. Dengan kata lain, deutero (kedua) diterapkan pada otoritas atau kuasa bersaksi; sedangkan dalam Katolik Roma, deutero diterapkan pada kronologi (dari kenyataan bahwa kitab-kitab ini dikonfirmasi kemudian), bukan otoritas.

Kitab Suci Katolik edisi bahasa Inggris menyatukan Deuterokanonika sebagai bagian Perjanjian Lama. Sementara itu, edisi Indonesia yang diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia memberi catatan “Deuterokanonika” sebagai pemisah.

Mengapa terjemahan Kitab Deuterokanonika dipisah oleh Lembaga Alkitab Indonesia?

Peletakan posisi yang terkesan aneh dan tidak sesuai urutan ini bukan tanpa alasan, melainkan untuk memudahkan penerbit yang sama menerbitkan Alkitab versi Protestan, yaitu tanpa Deuterokanonika.

Jika kamu membeli Alkitab dalam bahasa Inggris seperti di Amerika contohnya, kitab-kitab Deuterokanonika dimasukkan dalam urutannya yang alami. Perlu juga disebutkan disini bahwa versi-versi Alkitab kaum Protestan pada awalnya – seperti versi asli King James Bible – masih memiliki Deuterokanonika di dalamnya.

Perjanjian Lama sendiri kemungkinan ditulis antara tahun 1000-100 SM. Kitab Perjanjian Lama digolongkan menjadi empat bagian yaitu, Kitab Taurat (Pentateukh), Kitab Sejarah, Kitab Para Nabi dan Kitab Hikmat.

Para Rabi menetapkan syarat suatu Kitab, sehingga dapat masuk dalam kanon mereka antara lain kitab-kitab harus tertulisa dalam bahasa Ibrani. Sementara itu, ketujuh Kitab ‘Deuterokanonika,’ Tobit, Yudit, Kebijaksanaan Salomo, Putra Sirakh, Barukh dan Makabe I-II ditulis dalam bahasa Yunani.

Beberapa poin penting dalam memahami kitab Deuterokanonika:

  • Protokanonika: ke-39 kitab Perjanjian Lama bahasa Ibrani (Kejadian – Maleakhi)
  • Deuterokanonika: 7 buku Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani (sebagian diterjemahkan dari bahasa Ibrani, sebagian ditulis dalam bahasa Yunani)
  • Kitab-Kitab Deuterokanonika: Tobit, Yudit, Kebijaksanaan Salomo, Ben Sirakh, Barukh, 1 Makabe, 2 Makabe (dan tambahantambahan pada kitab Ester, Daniel dan Yeremia)

Penolakan kitab-kitab Deuterokanika untuk dimasukan dalam Perjanjian Lama adalah karena beberapa hal. Deuterokanonika artinya kira-kira: “disertakan setelah diperdebatkan”. Santo Jerome sendiri pernah mengutarakan kekhawatirannya akan keaslian kitab-kitab tersebut. Akan tetapi keputusan konsili-konsili Gereja Katolik dan para Paus menghentikan perdebatan dan menghapus kekhawatiran para ahli teologi pada masa itu.

Salah satu doktor Gereja, Santo Agustinus berkata:

“Aku tidak akan meletakkan imanku pada kitab Injil, jika bukan karena otoritas Gereja Katolik yang mengarahkan aku untuk berbuat demikian.”

Bahwa keputusan Gereja Katolik untuk tetap mempertahankan kitab-kitab Deuterokanonika dan mengabaikan Kanon Palestina, menunjukkan bimbingan Roh Kudus yang membawa kepada segala kebenaran (Yohanes 16:13). Ketika Gulungan-gulungan Laut Mati (Dead Sea Scrolls) ditemukan di Qumran, tepi barat sungai Yordan pada abad ke-20 ini, diantaranya terdapat sebagian salinan-salinan asli dalam bahasa Ibrani atas kitab-kitab Deuterokanonika yang pada abad-abad pertama diperdebatkan tersebut.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed