Renungan rohani kristen tentang menempati rumah baru. Pindah rumah kadang menjadi hal yang merepotkan. Sebab kita harus mengnagkat barang-barang dari rumah lama ke rumah baru. Ya meskipun saat ini bisa dibantu dengan truk atau semacamnya, namun tetap saja yang merapikan dan menatanya di dalam rumah tetap kita sendiri.
Tidak hanya itu, setelah kita pindahan kita juga harus menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Karena tetangga yang kita miliki pasti orang baru dan orang yang belum kita kenal. Jangan sampai kita cuek kepada mereka yang membuat mereka menganggap kita sebagai orang sombong.
Banyak sekali ya, hal-hal yang harus diperhatikan saat pindahan ke rumah baru. Maka dari itu, sebelum packing-packing barang dan furnitur, alangkah baiknya kita merencanakan segala sesuatu dengan matang agar tidak terjadi hal-hal yang diinginkan.
Kali ini kami juga ingin membagikan sejumlah kumpuan renungan rohani Kristen tentang menempati rumah baru. Loh, apa saja yang dibahas? Yang utama dan yang paling penting adalah melalui renungan ini, kita belajar memahami dan menyadari bahwa perpindahan kita ke rumah baru merupakan hasil dari campur tangan Tuhan.
Mungkin di tempat yang baru ini kita akan menjadi orang yang lebih baik, kita akan memiliki rezeki yang lebih berlimpah, dan kedekatan kita dengan Tuhan secara personal akan menjadi semakin meningkat. Silahkan simak kumpulan renungan saat teduh ketika menemparti rumah baru di bawah ini.
Risiko Rumah Kosong
Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.” 1 Petrus 5: 8.
Di Australia, terdapat berita tentang rumah tak berpenghuni rusak sudah bukan barang baru. Pemilik yang baru kembali dari libur panjang menemukan rumahnya diobrak-abrik orang. Ada pula rumah sewaan yang kemudian dihancurkan oleh penyewanya. Semua itu terjadikarena kurang berhati-hati.
Rumah yang ditinggal tanpa pengawasan atau rumah yang disewakan namun jarang diperiksa menjadi penyebabnya. Kekosongan rumah memicu kedatangan orang yang tak diundang dan absennya pengawasan menyebabkan perusakan rumah oleh orang lain.
Seperti rumah tempat kita tinggal, Alkitab menerangkan bahwa rubuh kita adalah rumah Allah, bahkan bait suci yang didiami Allah. Lebih dari itu, tubuh kita bukan milik kita lagi karena kita telah dibeli dengan harga lunas, yaktu darah Kristus.
“Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” 1 Korintus 16: 9.
Saat orang bertobat dan menerima Yesus, maka Roh Kudus bekerja dalam orang tersebut dan membersihkan hidupnya seakan sebuah rumah yang sudah dibersihkan dari berbagai sampah dan kerusakan. Rumah yang lama tak didiami akan dihuni oleh iblis yang bisa saja berbuat kerusakan dan kekacauan sewaktu-waktu.
“Apabila roh jahat keluar dari manusia, iapun mengembara ke tempat-tempat yang tandus mencari perhentian. Tetapi ia tidak mendapatnya.”
Matius 12: 43.
Kisah Tentang Rumah
Sepasang suami-istri muda meminta seseorang singgah di rumah mereka untuk berdoa bagi rumah dan keluarga. Di ruang tamu tersebut, pasangan itu bergantian menceritakan bagaimana akhirnya mereka mendapatkan rumah. Kisah mereka ternyata penuh keiril tajam sehiingga si istri menuturkan dengan berurai air mata.
Semua rumah, juga rumah kita, pastilah memiliki kisah. Sebagian kisahnya, bahan-bahannya, arsitekturnya, pembangunannya, mungkin ditulis oleh orang lain. Namun, yang terpenting, kisah bagaimana kita berelasi dengan istri, suami, anak-anak, orang tua, mertua, pembantu, tetangga, kita sendirilah yang menuliskannya.
Umat Tuhan segera memasuki rumah baru mereka, yaitu Kanaan. Di rumah baru tersebut Tuhan harus menuliskan sendiri kisah-kisah mereka. “Pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah” (Yosua 24:15). Sangat jelas pilihan tersebut mutlak menentukan kisah macam apa yang akan mereka tulis.
Kita semua juga telah dan masih akan terus menulis kisah di rumah kita, hal tersebut tak akan bisa dihindari. Pertanyaannya: ksiah apa yang akan kita tulis sebagai penulis? Kisah memilukan yang membuat pembacanya terhanyut dan berurai air mata, atau justru kisah egois yang membuat sesama yang melihat mengernyitkan kening atau menggertakkan gigi? Tinggal kalian pilih.
Komentar