Pada masa penciptaan manusia, Tuhan ALLAH berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” (Kejadia 2:18). Sejak semula, Allah tidak menciptakan manusia untuk hidup seorang diri. Allah menciptakan manusia untuk hidup berpasangan. Oleh karena itu, pernikahan menjadi suatu hal yang baik untuk manusia lakukan. Pernikahan merupakan suatu hubungan yang dikehendaki oleh Allah.
Dalam kekristenan, pernikahan merupakan suatu yang kudus dan mulia. Pernikahan tidak hanya sekedar mengirarkan janji pernikahan Kristen. Pada Efesus 5:32, Paulus mengatakan bahwa hubungan pernikahan seharusnya seperti hubungan Kristus dengan jemaat. Pernikahan menjadi sebuah sarana untuk Tuhan menunjukkan kasih-Nya kepada manusia. Oleh karena itu, pernikahan haruslah menjadi suatu hubungan yang sah dan dikukuhkan dalam Kristus. (Baca juga: Hukum Kasih Dalam Alkitab)
Syarat Pernikahan menurut Agama
Dalam Katolik sendiri, kanonik ikut mengatur pernikahan umat Katolik. Pada KHK 1983, terdapat 12 halangan untuk sebuah pernikahan menjadi sah. Meskipun hal ini diatur oleh Katolik, aturan-aturan ini didasarkan oleh Alkitab sehingga juga berlaku bagi Protestan.
- Calon pengantin pria belum mencapai usia kanoniknya yaitu 16 tahun dan untuk wanita belum mencapai usia 14 tahun. Alasan adanya batas usia adalah untuk memastikan bahwa calon pengantin sudah cukup matang secara intelektual maupun psikoseksual.
- Impotensi calon pengantin pria maupun wanita. Kan. 1095 mengatakan bahwa impotensi merupakan halangan dari hukum Ilahi kodrati sehingga hal ini tidak bisa ditawar-tawar. Impotensi merupakan ketidakmampuan seseorang untuk melakukan hubungan seksual.
- Sudah terikat dalam ikatan pernikahan. Kekristenan tidak dapat menerima adanya perceraian dan poligami. Markus 10:9 menyatakan bahwa, “Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Lalu pada 1 Tesalonika 4:4 dikatakan bahwa “supaya kamu masing-masing mengambil seorang perempuan menjadi isterimu sendiri dan hidup di dalam pengudusan dan penghormatan,”. (Baca juga: Poligami Menurut Alkitab)
- Pernikahan beda agama. Paulus pada jemaat Korintus dalam 2 Korintus 6:14 mengatakan bahwa, “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?” (Baca juga: Pengertian Takut Akan Tuhan)
- Sudah memperoleh tahbisan suci. Tahbisan ini memberikan status kanonik yang menjadikan mereka pelayan rohani di gereja seperti imam, biarawati, dan lainnya.
- Kaul kemurnian publik dan kekal. Hal ini tidak jauh berbeda dengan tahbisan suci. Kaul ini merupakan satu dari tiga kaul yang wajib diucapkan serta dilakukan oleh biarawati saat akan diteguhkan. Kaul ini berguna untuk menjaga kehidupan rohani para biarawati. (Baca juga: Menjadi Murid Kristus)
- Pernikahan tidaklah boleh menjadi sesuatu yang dipaksakan baik dari keadaan maupun anggota keluarga. Setiap pasangan harus dengan sukarela mengikat janji pernikahan. (Baca juga: HAM Menurut Iman Kristen)
- Pembunuhan teman perkawinan. Roma 7:2 mencatat, “Sebab seorang isteri terikat oleh hukum kepada suaminya selama suaminya itu hidup. Akan tetapi apabila suaminya itu mati, bebaslah ia dari hukum yang mengikatnya kepada suaminya itu.” Meskipun ada ayat tersebut, tidaklah pantas bagi seseorang untuk membunuh orang lain demi mendapatkan pasangannya.
- Hubungan darah. Katolik tidak memperbolehkan adanya hubungan pernikahan antara keluarga sedarah baik dalam garis keturunan ke atas, ke bawah, maupun ke samping sampai dengan tingkat ke-4.
- Hubungan semenda.
- Kelayakan publik.
- Hubungan adopsi. Meskipun sang anak tidak memiliki hubungan darah dengan saudara adopsinya, mereka telah secara yuridis menjadi saudara kandung. Oleh karena itu, pernikahan antara mereka pun tidak diperbolehkan.
Sesuai ketentuan nomor 3, perceraian tidaklah diperbolehkan. Oleh karena itu, selain adanya kesukarelaan antara calon mempelai pria dan mempelai wanita, mereka juga harus sepakat untuk saling menerima dan menyerahkan diri karena janji pernikahan tidak dapat dicabut kembali. Hal ini biasa disebut sebagai konsensus. Terdapat 8 faktor yang dapat merusak konsensus tersebut sehingga menghalangi pernikahan.
- Tidak mampu menghadapi kehidupan secara psikologis.
- Tidak cukup mengerti mengenai pernikahan.
- Keliru dalam memahami diri sendiri maupun pasangan.
- Adanya penipuan.
- Keliru dalam mengerti sifat dan kekudusan pernikahan.
- Simulasi.
- Dimunculkannya syarat untuk mengadakan konsensus.
- Konsensus yang dipaksakan atau atas dasar ketakutan.
Pernikahan haruslah diteguhkan di gereja. Pada gereja Katolik, pernikahan dilakukan sebagai satu sakramen khusus. Dalam peneguhan tersebut, pernikahan harus dilaksanakan di hadapan tiga orang. Tiga orang tersebut adalah petugas gereja sebagai peneguh serta dua orang saksi. Gereja Protestan pun juga mengharuskan hadirnya dua saksi pada pemberkatan nikah.
Untuk Kristen Protestan, berikut syarat pernikahan kristen yang ditentukan agar gereja dapat melangsungkan pemberkatan nikah, yang harus melengkapi sebagai berikut:
- Formulir pemberkatan nikah dari gereja masing-masing.
- Surat Baptis kedua calon mempelai (asli dan fotokopi).
- Surat Sidi kedua calon mempelai (asli dan fotokopi).
- Mengikuti konseling pra nikah yang diadakan oleh gereja tempat pemberkatan nikah.
Tidak jauh berbeda dengan syarat pernikahan kristen, berikut persyaratan pernikahan dari gereja Katolik.
- Formulir pemberkatan nikah dari paroki masing-masing.
- Surat Baptis yang sudah diperbaharui dan harus berlaku minimal 6 bulan saat pemberkatan nikah dilaksanakan.
- Mengikuti bimbingan pra nikah di gereja tempat pemberkatan nikah.
Selain itu, ada beberapa gereja yang akan mengumumkan tanggal pernikahan melalui warta jemaat. Jemaat diundang untuk turut mendoakan pasangan tersebut. Selain itu, gereja juga ingin memastikan jika ada jemaat yang keberatan dengan rencana pernikahan tersebut. Jika ada keberatan, gereja akan membahas keberatan tersebut bersama dengan jemaat yang bersangkutan dan kedua calon mempelai.
Syarat Pernikahan menurut Negara
Roma 13:2 mengatakan, “Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya.” Kekristenan tidak berdiri sendiri. Kekristenan mengakui adanya pemerintah negara yang berdaulat. Dengan itu, pernikahan Kristen yang sah secara agama haruslah juga sah di hadapan hukum. UU No.1/1974 pasal 2 ayat 2 mengatakan bahwa “Perkawinan sah menurut negara apabila telah dicatatkan di pencatatan negara.” Baik untuk Katolik maupun Protestan, berikut persyaratan pernikahan yang ditentukan agar dicatat sebagai pernikahan yang sah oleh negara dan catatan sipil sebagai berikut:
- Sertifikat pemberkatan nikah dari gereja.
- Kartu anggota jemaat gereja.
- Surat keterangan belum menikah dari RT/RW masing-masing.
- Surat keterangan dari kantor kelurahan.
- KTP masing-masing calon mempelai (asli dan fotokopi).
- Kartu Keluarga masing-masing calon mempelai (asli dan fotokopi).
- Akta kelahiran masing-masing calon mempelai (asli dan fotokopi).
- Akta pernikahan orang tua.
- Akta kematian orang tua jika ada orang tua yang sudah meninggal.
- Surat izin menikah dari orang tua calon mempelai jika pernikahan dilakukan pada usia di bawah 21 tahun.
- Izin komandan TNI/Polri jika calon mempelai merupakan anggota TNI/polri.
- Akta cerai atau kematian jika sebelumnya pernah menikah.
- Dispensasi nikah dari kecamatan apabila pendaftaran pernikahan baru dilakukan <10 hari kerja sebelum pernikahan dilangsungkan.
- 10 lembar foto berdampingan calon mempelai ukuran 4×6 dengan pria berdiri di kanan wanita.
Pernikahan memang menjadi awal yang baru bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pernikahan haruslah dipersiapkan sebaik mungkin supaya pernikahan itu sungguh berkenan di hadapan Tuhan. Pernikahan harus disiapkan mulai dari mencari pasangan hidup yang tepat sampai dalam menjaga hubungan pernikahan tersebut. Serahkan setiap persiapan pernikahan di dalam tangan Tuhan, biar sungguh Tuhan bekerja dalam segala sesuatu. Demikian artikel mengenai syarat pernikahan kristen, semoga bermanfaat.
Komentar